_Ilmu hikmah_
Wayan Supadno.
Selama 3 hari ini saya di Banyuwangi Selatan, Jawa Timur. Kampung kelahiranku. Dulu dikenal sentra pisang, berubah jadi sentra kedelai, berubah lagi jadi sentra jeruk dan saat ini sentra buah naga terbesar di Indonesia.
Buah naga di Banyuwangi terluas di Indonesia lebih dari 3.700 hektar dengan produksi lebih dari 83.000 ton/tahun (Dinas Pertanian Kab. Banyuwangi). Meningkat tajam karena inovasi merangsang buah dengan lampu. Hingga naik 2 kali lipatnya.
Kalau malam hari di sawah seperti mall di kota besar saja. Terang benderang. PLN ikut menikmati tagihan yang meledak. Tiang panjatnya memakai kayu randu hidup. Tunas muda dan daunnya dipruning untuk pakan kambing domba. Murah meriah karena berlimpah.
Kotoran domba dan kambing kembali jadi pupuk. Cashflow biaya produksi Rp 150 juta/ha/tahun, hasil 45 ton setara Rp 450 juta/ha/tahun. Praktis dengan inovasi lampu merangsang bunga dan pupuk ternaknya bisa punya laba Rp 300 juta/ha/tahun. Makmur.
Beda lagi petani sawit. Sejak harga TBS turun labanya sangat tipis. Adaptif dengan inovasi karena rumahnya tidak jauh dari pabrik kelapa sawit (PKS). Karena terancam lalu mencari peluang di balik ancaman harga sawit, berinovasi agar jadi solusi. Tanpa menyerah.
Ternak maggot BSF. Pakannya bungkil dan solid sawit. Limbah PKS dinaikkan jadi bernilai tinggi protein maggot 35%. Padahal rendemennya bisa 56% dari bungkil jadi maggot. Jadi pakan unggas bermutu super. Biaya produksi Entok dan Ayam jadi murah.
Tidak berhenti di situ saja. Kotoran ayam jadi pupuk kebun sawitnya. Ayam atau Entok kalau ada yang mati dibakar lalu jadi pakan Lele yang ada di samping kandang ternaknya. Intinya terus tiada henti ruas ke ruas hingga tiada bekas limbah. Limbah di NOL kan.
Limbah dimanfaatkan jadi komoditas bernilai ekonomi tinggi. Akan jadi penekan biaya produksi. Dalam waktu bersamaan volume produksi naik tajam. Biaya dibagi hasil, lazimnya disebut harga pokok produksi (HPP). HPP makin rendah, makin tambah laba dan kompetitif.
Sebuah koperasi milik desa. Usahanya ternak sapi pembibitan (breeding). Di tengah masyarakat petani hortikultura sayur mayur. Prinsip koperasi tersebut sangat sederhana. Biaya merawat dan pakan sapi sehari. Harus setara dengan omzet jualan pupuk kandang per harinya.
Misal agar murah pakannya maka bukan hanya menanam rumput gajah asalan. Tapi rumput hasil riset inovasi. Misal zanzibar, pakchong atau gama umami dari UGM Yogyakarta. Agar protein 16% biomassa 700 ton/ha/tahun. Sedekat mungkin dengan kandang agar tiada ongkirnya.
Agar mudah di " remis " kan biaya produksi tersebut. Maka limbahnya dinaikkan mutunya agar efektivitasnya tinggi. Bukan sekedar difermentasi tapi pasca fermentasi diperkaya mikroba penambat N, pelarut P dan K maupun biopestisida. Dijual Rp 1.500/kg laris manis.
Otomatis jika biaya Rp 15.000/ekor/hari. Setara hanya menjual 10 kg feses sapi diperkaya biang mikroba Bio Extrim Hormax. Karena sapi induk 15 kg feses kering angin/ekor/hari. Selama ini pesan Bio Extrim dan Hormax ke pabriknya dengan Reni HP 087781889797 atau David HP 081219929262.
Itulah sesungguhnya penjabaran ekonomi sirkular di lapangan. Dengan kreatif inovatif di lapangan. Limbah jadi nol, justru bermanfaat ganda. Hidup bermakna manfaatnya, makmur karena inovasi membumi.
Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani
HP 081586580630
Sumber : https://wayansupadno.com/2023/05/20/makmur-karena-inovasi/